Contoh Soal Barisan dan Deret Aritmatika Geometri, Pengertian, Rumus, Sifat-sifat Notasi Sigma, Tak Hingga, Hitung Keuangan, Bunga Tunggal Majemuk Anuitas, Matematika
Pernahkah kalian mengamati lingkungan sekitar? Di sekeliling kalian
tentulah banyak terjadi hal-hal yang bersifat rutin. Kejadian rutin
adalah kejadian yang mempunyai pola atau keteraturan tertentu. Amati
pola susunan biji pada bunga matahari. Amati pola pertumbuhan populasi
makhluk hidup tertentu. Kedua contoh itu sebenarnya membentuk pola
keteraturan tertentu berupa barisan. Kita dapat memperkirakan suku pada
waktu tertentu. Salah satunya adalah keteraturan populasi makhluk hidup.
Untuk menghitung dan memperkirakannya, diperlukan suatu cara tertentu
agar lebih mudah menyelesaikannya, yaitu dengan konsep barisan dan
deret.
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan kalian dapat
- menjelaskan ciri barisan aritmetika dan barisan geometri;
- merumuskan suku ke-n dan jumlah n suku deret aritmetika dan deret geometri;
- menentukan suku ke-n dan jumlah n suku deret aritmetika dan deret geometri;
- menjelaskan ciri deret geometri tak hingga yang mempunyai jumlah;
- menghitung jumlah deret geometri tak hingga;
- menuliskan suatu deret aritmetika dan geometri dengan notasi sigma;
- menjelaskan karakteristik masalah yang model matematikanya berbentuk deret aritmetika atau geometri;
- merumuskan dan menyelesaikan deret yang merupakan model matematika dari masalah;
- menjelaskan rumus-rumus dalam hitung keuangan dengan deret aritmetika atau geometri;
- menentukan bunga tunggal, bunga majemuk, dan anuitas.
Sebelumnya, kalian pernah belajar barisan dan deret ketika duduk di
bangku SMP. Pada pokok bahasan ini akan dibahas secara mendalam tentang
barisan dan deret, serta hal-hal yang terkait dengan barisan dan deret.
Kemudian, akan dijelaskan tentang kegunaan barisan dan deret dalam
kehidupan sehari-hari.
A. Barisan dan Deret
Kalian tentu pernah berpikir tentang nomor rumah di sisi kiri jalan yang
bernomor ganjil 1, 3, 5, 7, dan seterusnya, sedangkan nomor rumah di
sisi kanan jalan bernomor genap 2, 4, 6, 8, dan seterusnya. Mungkin juga
kalian pernah berpikir dari mana para pakar menyatakan bahwa 10 tahun
ke depan penduduk Indonesia akan menjadi x juta jiwa.
1. Barisan Bilangan
Misalkan seorang anak diberi uang saku orang tuanya setiap minggu
Rp10.000,00. Jika setiap minggu uang sakunya bertambah Rp500,00 maka
dapat dituliskan uang saku dari minggu ke minggu berikutnya adalah
Rp10.000,00, Rp10.500,00, Rp11.000,00, Rp11.500,00, ....
Susunan bilangan-bilangan yang sesuai dengan contoh di atas adalah :
Perhatikan bahwa dari bilangan-bilangan yang disusun berbentuk 10.000,
10.500, 11.000, 11.500, ... mempunyai keteraturan dari urutan pertama,
kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya, yaitu bilangan berikutnya
diperoleh dari bilangan sebelumnya ditambah 500. Bilangan-bilangan yang
disusun urut dengan aturan tertentu seperti itulah dikenal dengan nama
barisan bilangan.
Secara matematis, barisan bilangan merupakan nilai fungsi dengan daerah
definisinya adalah bilangan asli. Misalkan barisan bilangan ditulis
lambang U untuk menyatakan urutan suku-sukunya maka bilangan pertama
ditulis U(1) atau U1, bilangan kedua ditulis U(2) atau U2, dan seterusnya. Jika kita buat korespondensi, akan terlihat seperti berikut.
Jadi, bentuk umum barisan bilangan adalah U1, U2,
U3, ..., Un, ...
Dalam hal ini, Un = f(n) disebut rumus umum suku ke-n dari barisan bilangan.
Contoh Soal Barisan Bilangan 1 :
Diketahui barisan bilangan dengan suku ke-n berbentuk Un = n2 – 2n. Tuliskan 5 suku pertama dari barisan tersebut.
Pembahasan :
Rumus suku ke-n adalah Un = n2 – 2n.
Suku pertama dapat dicari dengan menyubstitusikan n = 1 dan diperoleh U1 = 12 – 2(1) = –1. Suku kedua dicari dengan mensubstitusikan n = 2 dan diperoleh U2 = 22 – 2(2) = 0.
Dengan cara yang sama, diperoleh sebagai berikut.
Suku ketiga = U3 = 32 – 2(3) = 3.
Suku keempat = U4 = 42 – 2(4) = 8.
Suku
kelima = U5 = 52 – 2(5) = 15.
Jadi, lima suku pertama dari barisan itu adalah –1, 0, 3, 8, 15.
Misalkan diberikan suatu barisan bilangan dengan suku ke-n dari barisan
bilangan tersebut tidak diketahui. Dapatkah kita menentukan rumus suku
ke-n? Hal ini tidak selalu dapat ditentukan, tetapi pada beberapa
barisan kita dapat melakukannya dengan memperhatikan pola suku-suku
barisan tersebut.
Contoh Soal 2 :
Diketahui barisan bilangan 4, 7, 12, 19, ....
a. Tentukan rumus suku ke-n.
b. Suku keberapa dari barisan tersebut yang bernilai 199?
Penyelesaian :
Barisan bilangan: 4, 7, 12, 19, ...
a. Suku ke-1 = U1 = 4 = 12 + 3
Suku ke-2 = U2 = 7 = 22 + 3
Suku ke-3 = U3 = 12 = 32 + 3
Suku ke-4 = U4 = 19 = 42 + 3
Suku ke-n = Un = n2 + 3
Jadi, rumus suku ke-n barisan tersebut adalah Un = n2 + 3.
b. Diketahui suku ke-n = 199, berarti
Un = 199
↔ n2 + 3 = 199
↔ n2 = 196
Karena n2 = 196 maka n1 = 14 atau n2 = –14 (dipilih nilai n positif).
Mengapa tidak dipilih n = –14?
Jadi, suku yang nilainya 199 adalah suku ke-14.
2. Deret Bilangan
Misalkan kita mempunyai barisan bilangan U1, U2,
U3, ..., Un dan Sn adalah jumlah dari suku-suku barisan itu.
Sn = Sn = U1 + U2 + U3 + ... + Un disebut deret.
Sn = Sn = U1 + U2 + U3 + ... + Un disebut deret.
Jadi, deret adalah jumlahan suku-suku dari suatu barisan.
B. Barisan dan Deret Aritmatika
1. Barisan Aritmatika
Indah menyisihkan sebagaian uang yang dimilikinya untuk disimpan. Pada
bulan ke-1, ia menyimpan Rp 20.000,00. Bulan berikutnya ia selalu
menaikkan simpanannya Rp 500,00 lebih besar dari bulan sebelumnya. Bear
simpanan (dalam rupiah) Indah dari pertama dan seterusnya dapat ditulis
sebagai berikut.
Bulan Ke-1
|
Bulan Ke-2
|
Bulan Ke-3
|
Bulan Ke-4
|
...
|
20.000
|
20.500
|
21.000
|
21.500
|
...
|
Jika kalian amati, selisih suku barisan ke suku berikutnya selalu tetap, yaitu 500.
Barisan aritmetika adalah suatu barisan bilangan yang selisih setiap dua
suku berturutan selalu merupakan bilangan tetap (konstan).
Bilangan yang tetap tersebut disebut beda dan dilambangkan dengan b.
Perhatikan juga barisan-barisan bilangan berikut ini.
a. 1, 4, 7, 10, 13, ...
b. 2, 8, 14, 20, ...
c. 30, 25, 20, 15, ...
Barisan-barisan tersebut merupakan contoh dari barisan aritmatika.
Mari kita tinjau satu per satu.
a. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya ditambah 3. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya 3 atau b = 3.
b. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya ditambah 6. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya 6 atau b = 6.
c. Pada barisan ini, suku berikutnya diperoleh dari suku sebelumnya
ditambah –5. Dapat dikatakan bahwa beda sukunya –5 atau b = –5. Secara
umum dapat dikatakan sebagai berikut. Jika Un adalah suku ke-n dari suatu barisan aritmetika maka berlaku b = Un – Un-1.
Rumus umum suku ke-n barisan aritmetika dengan suku pertama (U1)
dilambangkan dengan a dan beda dengan b dapat ditentukan seperti
berikut.
U1 = a
U2 = U1 + b = a + b
U3 = U2 + b = (a + b) + b = a + 2b
U4 = U3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
U5 = U4 + b = (a + 3b) + b = a + 4b
.
.
.
n = Un–1 + b = a + (n – 1)b
Jadi, rumus suku ke-n dari barisan aritmatika adalah :
Un = a + (n –
1)b
Keterangan:
Un = suku ke-n
a = suku pertama
b = beda
n = banyak suku
Contoh Soal Barisan Aritmatika 3 :
Tentukan suku ke-8 dan ke-20 dari barisan –3, 2, 7, 12, ....
Jawaban :
–3, 2, 7, 12, …
Suku pertama adalah a = –3 dan bedanya b = 2 – (–3) = 5.
Dengan menyubstitusikan a dan b, diperoleh Un = –3 + (n – 1)5.
Suku ke-8 : U8 = –3 + (8 – 1)5 = 32.
Suku ke-20 : U20 = –3 + (20 – 1)5 = 92.
Contoh Soal 4 :
Diketahui barisan aritmetika –2, 1, 4, 7, ..., 40. Tentukan banyak suku barisan tersebut.
Penyelesaian :
Diketahui barisan aritmetika –2, 1, 4, 7, ..., 40.
Dari barisan tersebut, diperoleh a = –2, b = 1 – (–2) = 3, dan Un = 40.
Rumus suku ke-n adalah Un = a + (n – 1)b sehingga :
40 = –2 + (n – 1)3
↔ 40 = 3n – 5
↔ 3n = 45
Karena 3n = 45, diperoleh n = 15.
Jadi, banyaknya suku dari barisan di atas adalah 15.
Contoh Soal 5 :
Suku ke-10 dan suku ke-14 dari barisan aritmetika berturut-turut adalah 7
dan 15. Tentukan suku pertama, beda, dan suku ke-20 barisan tersebut.
Pembahasan :
Diketahui U10 = 7 dan U14 = 15. Dari rumus suku ke-n barisan aritmetika Un = a + (n – 1)b, diperoleh 2 persamaan, yaitu :
U10 = 7 sehingga diperoleh a + 9b = 7 ............................ (1)
U14 = 15 sehingga diperoleh a + 13b = 15 ........................ (2)
Untuk menentukan nilai a dan b, kita gunakan metode campuran antara
eliminasi dan substitusi. Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh :
a
+
9b
|
= 7
|
|
a
+
13b
|
= 15
|
-
|
–4b
|
= –6
|
|
b
|
= 2
|
Dengan menyubstitusikan b = 2 ke persamaan (1), diperoleh :
a + 9(2) = 7 ↔ a = –11
Dengan demikian, diperoleh suku ke-n adalah Un = –11 + (n – 1)2.
Jadi, suku ke-20 adalah U20 = –11 + (20 – 1)2 = 27.
Pola Kuadrat dari Bilangan 9
Apakah hasil kuadrat bilangan yang disusun dari angka 9 memiliki pola
tertentu? Betul sekali. Hasil kuadratnya hanya tersusun dari angka 9, 8,
1, dan 0. Jika bilangan terdiri atas n digit angka 9 (n bilangan bulat
kurang dari 10) maka kuadrat bilangan tersebut adalah bilangan yang
tersusun dari angka 9 sebanyak n – 1, diikuti angka 8, kemudian angka 0
sebanyak n – 1, dan diakhiri angka 1. Perhatikan pola berikut.
92 = 81
992 = 9801
9992 = 998001
99992 = 99980001
999992 = 9999800001
9999992 = 999998000001
Setelah memperhatikan pola di atas, coba kalian tentukan hasil dari :
a. 99999992
b. 999999992
c.
9999999992
2. Deret Aritmetika
Dari sembarang barisan aritmetika, misalnya 2, 5, 8, 11, 14, ... dapat
dibentuk suatu deret yang merupakan penjumlahan berurut dari suku-suku
barisan tersebut, yaitu 2 + 5 + 8 + 11 + .... Terlihat bahwa barisan
aritmetika dapat dibentuk menjadi deret aritmetika dengan cara
menjumlahkan suku-suku barisan aritmetika sehingga dapat didefinisikan
secara umum.
Misalkan U1, U2,
U3, ..., Un merupakan suku-suku dari suatu barisan aritmetika. U1 + U2
+ U3 + ... + Un disebut deret aritmetika, dengan :
Un = a + (n – 1)b.
Seperti telah kalian ketahui, deret aritmetika adalah jumlah n suku
pertama barisan aritmetika. Jumlah n suku pertama dari suatu barisan
bilangan dinotasikan Sn. Dengan demikian,
Sn = U1
+ U2 + U3 + ... + Un.
Untuk memahami langkah-langkah menentukan rumus Sn, perhatikan contoh berikut.
Contoh Soal Deret Aritmatika 6 :
Diketahui suatu barisan aritmetika 2, 5, 8, 11, 14. Tentukan jumlah kelima suku barisan tersebut.
Pembahasan :
Jumlah kelima suku 2, 5, 8, 11, 14 dapat dituliskan sebagai berikut.
S5 =
|
2 + 5 + 8 + 11
+ 14
|
|
S5 =
|
14 + 11 + 8 +
5 + 2
|
+
|
2S5 =
|
16 + 16 + 16 +
16 + 16
|
|
2S5 =
|
5 x 16
|
|
S5 =
|
Jadi, jumlah kelima suku barisan tersebut adalah 40.
Setelah kalian amati contoh di atas, kita dapat menentukan rumus umum untuk Sn sebagai berikut.
Diketahui rumus umum suku ke-n dari barisan aritmetika adalah Un = a + (n – 1)b. Oleh karena itu,
U1
=
|
a
|
= a
|
||
U2
=
|
a
|
+
|
b
|
= Un – (n – 2)b
|
U3
=
|
a
|
+
|
2b
|
= Un – (n – 3)b
|
.
|
.
|
.
|
||
.
|
.
|
.
|
||
.
|
.
|
.
|
||
Un
=
|
a
|
+
|
(n – 1)b
|
= Un
|
Dengan demikian, diperoleh :
Sn = a + (a + b) + (a + 2b) + ... + (a + (n – 1)b)
= a + (Un – (n – 2) b) + (Un – (n – 3) b) + ... + Un............ (1)
Dapat pula dinyatakan bahwa besar setiap suku adalah b kurang dari suku berikutnya.
Un–1 = Un – b
Un–2 = Un–1 – b = Un – 2b
Un–3
= Un–2 – b = Un – 3b
Demikian seterusnya sehingga Sn dapat dituliskan
Sn = a + (Un – (n – 1)b) + … + (Un – 2b) + (Un – b) + Un ...... (2)
Dengan demikian, 2Sn = n(a + Un)
↔ Sn = ½ n(a + Un)
↔ Sn = ½ n(a + (a + (n – 1)b))
↔ Sn
= ½ n(2a + (n – 1)b)
Jadi, rumus umum jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah :
Sn = ½ n(a + Un) atau
Sn
= ½ n [2a + (n – 1)b]
Keterangan:
Sn= jumlah n suku pertama
a = suku pertama
b = beda
Un = suku ke-n
n = banyak suku
Contoh Soal 7 :
Carilah jumlah 100 suku pertama dari deret 2 + 4 + 6 + 8 + ....
Jawaban :
Diketahui bahwa a = 2, b = 4 – 2 = 2, dan n = 100.
S100 = ½ × 100 {2(2) + (100 – 1)2}
= 50 {4 + 198}
= 50 (202)
= 10.100
Jadi, jumlah 100 suku pertama dari deret tersebut adalah 10.100.
Contoh Soal 8 :
Hitunglah jumlah semua bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100.
Pembahasan :
Bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100 adalah 3, 6, 9, 12, ..., 99 sehingga diperoleh a = 3, b = 3, dan Un = 99.
Terlebih dahulu kita cari n sebagai berikut.
Un = a + (n – 1)b
↔ 99 = 3 + (n – 1)3
↔ 3n = 99
↔ n = 33
Jumlah dari deret tersebut adalah :
Sn = ½ n(a + Un)
S33 = ½ × 33(3 + 99)
= 1.683
Jadi, jumlah bilangan asli kelipatan 3 yang kurang dari 100 adalah 1.683.
Contoh Soal 9 :
Dari suatu deret aritmetika diketahui suku pertamanya 11, bedanya 4, dan
jumlah n suku pertamanya adalah 200. Tentukan banyaknya suku dari deret
tersebut.
Pembahasan :
Diketahui a = 11, b = 4, dan Sn = 200.
Dari rumus umum jumlah n suku pertama, diperoleh :
Sn = ½ n(2a + (n – 1)b)
↔ 200 = ½ n [2(11) + (n – 1)4]
↔ 400 = n(22 + 4n – 4)
↔ 400 = n(4n + 18)
↔ 4n2
+ 18n – 400 = 0
Jika setiap suku dibagi 2, persamaan tersebut menjadi :
2n2 + 9n – 200 = 0
↔ (n – 8)(2n + 25) = 0
↔ n = 8 atau n = (diambil n positif karena n bilangan asli)
Jadi, banyak suku deret tersebut adalah 8.
Mennntukan Suku ke-n jika Rumus Jumlah n Suku Pertama Diberikan
Misalkan diberikan suku ke-n barisan aritmetika Sn. Rumus suku ke-n dapat ditentukan dengan
Un = Sn
– Sn–1
Selain dengan menggunakan rumus itu, ada cara lain yang sangat efektif. Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmetika adalah :
Sn = pn2 + qn.
Suku ke-n dapat ditentukan dengan :
Un = 2pn + (q – p)
dengan beda 2p.
Contoh Soal 10 :
Jumlah n suku pertama dari deret aritmetika adalah Sn = 2n2 – 4n. Tentukan suku ke-n deret tersebut dan bedanya. Tentukan pula U9.
Penyelesaian :
Sn = 2n2 – 4n → p = 2, q =
–4
Un
= 2pn + (q – p)
= 2 x 2 x n + (–4 – 2)
= 4n – 6
Beda = 2p = 2(2) = 4
Suku ke-10 dapat ditentukan dengan U9 = S9
– S8
S9 = 2(92) – 4(9) = 126
S8 = 2(82) – 4(8) = 96
Jadi, U9 = 126 – 96 = 30
Teorema yang Mengharukan
Apakah kamu tahu teorema yang dikemukakan Pierre de Fermat (1601–1665)? Teorema ini dikembangkan dari teorema Pythagoras yang sangat masyur itu. Menurut teorema Pythagoras, ada banyak pasangan bilangan a, b, dan c yang memenuhi c2 = a2 + b2, seperti 5, 3, dan 4 (beserta kelipatannya); 13, 12, dan 5 (beserta kelipatannya); 25, 24, dan 7 (beserta kelipatannya); dan seterusnya.
Pierre de Fermat mengklaim, tidak ada bilangan bulat a, b, dan c yang memenuhi cn = an + bn, untuk n > 2. Namun, pembuktiannya saat itu masih dipertanyakan. Banyak ilmuwan yang penasaran dengan teorema yang dilontarkan Fermat. Paul Wolfskehl, profesor matematik asal Jerman, awal tahun 1900-an berusaha membuktikan teorema tersebut, namun gagal. Rasa frustasi menyelimutinya, ditambah kekecewaan pada kekasihnya membuat ia berniat bunuh diri. Ketika waktu untuk bunuh diri sudah dekat, ia masih penasaran dan mencoba lagi membuktikan Teorema Fermat membuat dia lupa untuk bunuh diri. Sampai akhir hayatnya, teorema ini belum juga terbuktikan. Wolfskehl berwasiat, ia menyediakan uang 100.000 mark bagi orang pertama yang mampu membuktikan teorema itu. Tahun 1995, Dr. Andrew Wiles, matematikawan dari Universitas Princeton, Inggris, berhasil membuktikan teorema Fermat dengan gemilang. Ia akhirnya mendapat hadiah 200.000 dolar dari Yayasan Raja Faisal di Arab Saudi pada tahun 1997. (Sumber: www.mate-mati-kaku.com)
C. Barisan dan Deret Geometri
Apakah kamu tahu teorema yang dikemukakan Pierre de Fermat (1601–1665)? Teorema ini dikembangkan dari teorema Pythagoras yang sangat masyur itu. Menurut teorema Pythagoras, ada banyak pasangan bilangan a, b, dan c yang memenuhi c2 = a2 + b2, seperti 5, 3, dan 4 (beserta kelipatannya); 13, 12, dan 5 (beserta kelipatannya); 25, 24, dan 7 (beserta kelipatannya); dan seterusnya.
Pierre de Fermat mengklaim, tidak ada bilangan bulat a, b, dan c yang memenuhi cn = an + bn, untuk n > 2. Namun, pembuktiannya saat itu masih dipertanyakan. Banyak ilmuwan yang penasaran dengan teorema yang dilontarkan Fermat. Paul Wolfskehl, profesor matematik asal Jerman, awal tahun 1900-an berusaha membuktikan teorema tersebut, namun gagal. Rasa frustasi menyelimutinya, ditambah kekecewaan pada kekasihnya membuat ia berniat bunuh diri. Ketika waktu untuk bunuh diri sudah dekat, ia masih penasaran dan mencoba lagi membuktikan Teorema Fermat membuat dia lupa untuk bunuh diri. Sampai akhir hayatnya, teorema ini belum juga terbuktikan. Wolfskehl berwasiat, ia menyediakan uang 100.000 mark bagi orang pertama yang mampu membuktikan teorema itu. Tahun 1995, Dr. Andrew Wiles, matematikawan dari Universitas Princeton, Inggris, berhasil membuktikan teorema Fermat dengan gemilang. Ia akhirnya mendapat hadiah 200.000 dolar dari Yayasan Raja Faisal di Arab Saudi pada tahun 1997. (Sumber: www.mate-mati-kaku.com)
C. Barisan dan Deret Geometri
1. Barisan Geometri
Coba kalian amati barisan 1, 2, 4, 8, 16, 32, .... Terlihat, suku
berikutnya diperoleh dengan mengalikan 2 pada suku sebelumnya. Barisan
ini termasuk barisan geometri. Jadi, secara umum, barisan geometri
adalah suatu barisan bilangan yang setiap sukunya diperoleh dari suku
sebelumnya dikalikan dengan suatu bilangan tetap (konstan). Bilangan
yang tetap tersebut dinamakan rasio (pembanding) dan dinotasikan dengan
r.
Perhatikan contoh barisan-barisan berikut.
a. 3, 6, 12, 24, ...
b. 2, 1, ½, 1/4, ...
c. 2, –4, 8, –16, ...
Barisan di atas merupakan contoh barisan geometri. Untuk barisan di atas berturut-turut dapat dihitung rasionya sebagai berikut.
a. = ..... = 2. Jadi, r = 2.
b. = .... Jadi, r = ½
c. = –2. Jadi, r = –2.
Dengan demikian, dapat disimpulkan jika U1, U2,
... Un barisan geometri dengan Un adalah rumus ke-n, berlaku :
Rumus umum suku ke-n barisan geometri dengan suku pertama (U1) dinyatakan a dan rasio r, dapat diturunkan sebagai berikut.
U1 =
|
a
|
U2 =
|
U1 × r = ar
|
U3 =
|
U2 × r = ar2
|
U4 =
|
U3 × r = ar3
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
.
|
Un =
|
Un–1 × r = arn–2 × r = arn–1
|
Dengan demikian, diperoleh barisan geometri a, ar, ar2, ...,
arn–1, ...
Jadi, rumus umum suku ke-n (Un) barisan geometri adalah :
Un = arn–1
Keterangan:
a = suku pertama
r = rasio
n = banyak suku
Contoh Soal Barisan Geometri 11 :
Carilah suku pertama, rasio, dan suku ke-7 dari barisan geometri berikut.
a. 2, 6, 18, 54, ...
b. 9, –3, 1, -1/3 , ...
Jawaban :
a. 2, 6, 18, 54, ...
Dari barisan geometri di atas, diperoleh :
1) suku pertama: a = 2;
2) rasio: r = ... = ... = 3.
Karena rumus suku ke-n barisan geometri adalah :
Un = arn–1 maka
U7 = 2(37–1) = 2 × 729 = 1.458
b. 9, –3, 1, , ....
Dari barisan ini, diperoleh :
1) suku pertama: a = 9;
2) rasio: r = ;
3) suku ke-7: U7 =
Contoh Soal 12 :
Tiga bilangan membentuk barisan geometri. Jumlah ketiga bilangan itu 21 dan hasil kalinya 216. Tentukan ketiga bilangan itu.
Penyelesaian :
Pemisalan yang mudah untuk barisan geometri adalah , a, dan ar.
Jumlah ketiga bilangan itu adalah 21 maka + a + ar = 21.
Hasil kali ketiga bilangan adalah 216 maka × a × ar = 216 ↔ a3 = 216
Karena a3 = 216, diperoleh a = 6. Kemudian, substitusikan nilai a = 6 ke persamaan + a + ar = 21 sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.
+ 6 + 6r = 21 ........... (kedua ruas dikalikan dengan r)
↔ 6 + 6r + 6r2 = 21r
↔ 6 – 15r + 6r2 = 0 ........................... (kedua ruas dibagi 3)
↔ 2r2 – 5r + 2 = 0
↔ (2r – 1)(r – 2) = 0
↔ 2r – 1 = 0 atau r – 2 = 0
↔ r = ½ atau r = 2
Dari persamaan di atas, diperoleh r = ½ dan r = 2.
Untuk r = ½ dan a = 6, ketiga bilangan tersebut 12, 6, dan 3.
Untuk r = 2 dan a = 6, ketiga bilangan tersebut 3, 6, dan 12.
Pola Bilangan yang Indah
Perhatikan pola bilangan berikut.
1 × 8 + 1 = 9
12 × 8 + 2 = 98
123 × 8 + 3 = 987
1234 × 8 + 4 = 9876
12345 × 8 + 5 = 98765
123456 × 8 + 6 = 987654
Bandingkan dengan pola bilangan berikut.
0 × 9 + 1 = 1
1 × 9 + 2 = 11
12 × 9 + 3 = 111
123 × 9 + 4 = 1111
1234 × 9 + 5 = 11111
12345 × 9 + 6 = 111111
123456 × 9 + 7 = 1111111
Dari kedua pola bilangan di atas, dapatkah kalian menemukan bentuk umumnya?
Dengan memerhatikan bentuk umum kedua pola bilangan di atas, tentu
kalian dapat dengan mudah menentukan hasil dari pertanyaan berikut.
a. 1234567 × 8 + 7 = ...
b. 12345678 × 8 + 8 = ...
c. 123456789 × 8 + 9 = ...
d. 1234567 × 9 + 8 = ...
e. 12345678 × 9 + 9 = ...
Coba kalian kerjakan.
2. Deret Geometri
Jika U1, U2,
U3, ... Un merupakan barisan geometri maka U1 + U2
+ U3 + ... + Un adalah deret geometri dengan Un = arn–1. Rumus umum untuk menentukan jumlah n suku pertama dari deret geometri dapat diturunkan sebagai berikut.
Misalkan Sn notasi dari jumlah n suku pertama.
Sn = U1 + U2 + ... + Un
Sn
= a + ar + ... + arn–2 + arn–1 .............................................. (1)
Jika kedua ruas dikalikan r, diperoleh :
rSn = ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1 + arn ................................... (2)
Dari selisih persamaan (1) dan (2), diperoleh :
rSn =
|
ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1 +
arn
|
||
Sn =
|
a
+
|
ar + ar2 + ar3 + ... + arn–1
|
-
|
rSn - Sn =
|
–a + arn
|
↔ (r – 1)Sn = a(rn–1)
↔ Sn =
Jadi, rumus umum jumlah n suku pertama dari deret geometri adalah sebagai berikut.
↔ Sn =
Jadi, rumus umum jumlah n suku pertama dari deret geometri adalah sebagai berikut.
Sn = , untuk r > 1
Sn = , untuk r < 1
Keterangan:
Sn = jumlah n suku pertama
a = suku pertama
r = rasio
n = banyak suku
Apa yang terjadi jika r bernilai 1?
Contoh Soal Deret Geometri 13 :
Tentukan jumlah dari deret geometri berikut.
a. 2 + 4 + 8 + 16 + ... (8 suku)
b. 12 + 6 + 3 + 1,5 + ... (6 suku)
Pembahasan :
a. 2 + 4 + 8 + 16 + ...
Dari deret tersebut, diperoleh a = 2 dan r = 4/2 = 2 (r > 1).
Jumlah deret sampai 8 suku pertama, berarti n = 8.
Sn = ↔ S8 = = 2(256 – 1) = 510
Jadi, jumlah 8 suku pertama dari deret tersebut adalah 510.
b. 12 + 6 + 3 + 1,5 + ...
Dari deret itu, diperoleh a = 12 dan r = (r < 1).
Jumlah deret sampai 6 suku pertama, berarti n = 6.
Sn = ↔ S6 = = 24(1- ) =
Contoh Soal 14 :
Diketahui deret 3 + 32 + 33
+ ... + 3n = 363. Tentukan :
a. suku pertama;
b. rasio;
c. banyak suku.
c. banyak suku.
Penyelesaian :
Deret 3 + 32 + 33 + ... + 3n = 363
a. Suku pertama: a = 3
b. Rasio: r = ... = .... = 3
c. Untuk Sn = 363
Karena r = 3 > 1, kita gunakan rumus :
Sn =
↔ 363 =
↔ 726 = 3n+1 – 3
↔ 3n+1 = 729
↔ 3n+1 = 36
Dengan demikian, diperoleh n + 1 = 6 atau n = 5. Jadi, banyak suku dari deret tersebut adalah 5.
Contoh Soal 15 :
Carilah n terkecil sehingga Sn > 1.000 pada deret geometri 1 + 4 + 16 + 64 + ...
Kunci Jawaban :
Dari deret tersebut, diketahui a = 1 dan r = 4 (r > 1) sehingga jumlah n suku pertamanya dapat ditentukan sebagai berikut.
Sn =
Nilai n yang mengakibatkan Sn > 1.000 adalah :
> 1.000 ↔ 4n > 3.001
Jika kedua ruas dilogaritmakan, diperoleh :
log 4n > log 3.001
↔ n log 4 > log 3.001
↔ n >
↔ n > 5,78 (Gunakan kalkulator untuk menentukan nilai logaritma)
Jadi, nilai n terkecil agar Sn > 1.000 adalah 6.
Contoh Soal 16 :
Tentukan rumus jumlah n dari deret 1 + 11 + 111 + 1.111 + ...
Penyelesaian :
Jika kalian perhatikan sekilas, deret ini bukan merupakan deret
aritmetika maupun geometri. Namun, coba perhatikan penjabaran berikut.
3. Deret Geometri Tak Berhingga
Deret geometri yang tidak dapat dihitung banyak seluruh sukunya disebut deret geometri tak berhingga.
Perhatikan deret geometri berikut.
a. 1 + 2 + 4 + 8 + ...
c. 1 + + + ....
d. 9 – 3 + 1 – + .....
Deret-deret di atas merupakan contoh deret geometri tak berhingga.
Dari contoh a dan b, rasionya berturut-turut adalah 2 dan –2.
Jika deret tersebut diteruskan maka nilainya akan makin besar dan tidak
terbatas. Deret yang demikian disebut deret divergen, dengan | r | >
1. Sebaliknya, dari contoh c dan d, rasio masing-masing deret 1/2 dan
–1/3. Dari contoh c dan d, dapat kita hitung pendekatan jumlahnya. Deret
tersebut dinamakan deret konvergen dengan | r | < 1. Pada deret
konvergen, jumlah suku-sukunya tidak akan melebihi suatu harga tertentu,
tetapi akan mendekati harga tertentu. Harga tertentu ini disebut jumlah
tak berhingga suku yang dinotasikan dengan S∞ . Nilai S∞ merupakan nilai pendekatan (limit) jumlah seluruh suku (Sn)
dengan n mendekati tak berhingga. Oleh karena itu, rumus deret tak
berhingga dapat diturunkan dari deret geometri dengan suku pertama a,
rasio r dan n → ∞ .
Karena deret konvergen (| r | < 1), untuk n → ∞ maka rn → 0 sehingga :
Jadi, rumus jumlah deret geometri tak berhingga adalah :
, dengan | r | < 1
Contoh Soal Deret Geometri Tak Terhingga 17 :
Tentukan jumlah tak berhingga suku dari deret berikut.
a. 1 + + + + ...
b.
Pembahasan :
a. 1 + + + + ...
Dari deret tersebut diketahui a = 1 dan r = ½ sehingga :
b.
Perhatikan deret 2 + 1 + + + + ....
Dari deret tersebut, diperoleh a = 2 dan r = ½.
Jadi, = 24 = 16.
Contoh Soal 18 :
Suku pertama suatu deret geometri adalah 2 dan jumlah sampai tak berhingga adalah 4. Carilah rasionya.
Penyelesaian :
Dari soal di atas, unsur-unsur yang diketahui adalah a = 2 dan S∞ = 4.
Kita substitusikan ke dalam rumus S∞ .
S = ↔ 4 =
↔ 1 – r = ½ .
↔ r = ½
Jadi, rasionya adalah ½.
Contoh Soal 19 :
Sebuah bola jatuh dari ketinggian 10 m dan memantul kembali dengan
ketinggian 3/4 kali tinggi sebelumnya. Pemantulan berlangsung
terus-menerus sehingga bola berhenti. Tentukan jumlah seluruh lintasan
bola. (UMPTN 1995)
Jawaban :
U0 = 10 m; r = 3/4.
U1 = 3/4 x 10 m = 3/40 m
Sn = 10 + 2 S∞ = = 10 + (2 × ) = 10 + (2 × ) = 10 + (2 × 30) = 70.
Dengan cara lain:
Misalnya suatu benda dijatuhkan dari ketinggian H0 secara
vertikal dan memantul ke atas dengan tinggi pantulan a/b kali dari
ketinggian semula maka panjang lintasan pantulan (H) hingga berhenti
dirumuskan dengan:
Dengan menggunakan cara ini, diketahui a = 3, b = 4, dan H0 = 10 m.
Jadi, H = = 7 × 10 = 70 m
Keindahan Matematika dalam Deret
”Small is beautiful”, demikian salah satu slogan yang dipegang banyak
matematikawan dalam membuktikan teoriteori matematis. Thomas Aquino,
pada abad XIII sudah melihat hubungan antara keindahan dan matematika.
Dia mengatakan, ”Indra itu senang dengan sesuatu yang proporsinya
tepat”. Proporsi yang tepat itu dapat diterjemahkan dalam keserasian,
keteraturan, keselarasan, keseimbangan, dan keutuhan.
Jika kita jeli, alam menyediakan banyak sekali keindahan matematis. Coba
kalian perhatikan, spiral geometris pada cangkang sarang siput
(Nautilus), susunan sel segi enam pada sarang tawon madu, susunan
mahkota bunga aster, susunan mahkota dan biji bunga matahari, dan masih
banyak yang lainnya. Susunan-susunan objek di atas berkaitan barisan
atau deret matematis. (Sumber: Happy with Math, 2007)
D. Penerapan Konsep Barisan dan Deret
Kaidah barisan dan deret dapat digunakan untuk memudahkan penyelesaian
perhitungan, misalnya bunga bank, kenaikan produksi, dan laba/rugi suatu
usaha. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, kita harus dapat
membedakan apakah persoalan tersebut termasuk barisan aritmetika,
barisan geometri, deret aritmetika ataupun deret geometri. Kemudian,
kita dapat menyelesaikan persoalan tersebut menggunakan rumus-rumus yang
berlaku.
Contoh Soal Penerapan Konsep Barisan dan Deret 20 :
Ketika awal bekerja, seorang karyawan sebuah perusahaan digaji Rp
700.000,00 per bulan. Setahun berikutnya, gaji per bulannya akan naik
sebesar Rp 125.000,00. Demikian seterusnya untuk tahun-tahun berikutnya.
Berapa gaji karyawan itu per bulan untuk masa kerjanya sampai pada
tahun ke-9?
Pembahasan :
Kasus ini adalah aplikasi dari barisan aritmetika.
Suku awal a = 700.000
Beda b = 125.000
n = 9
Jadi suku ke-9, dapat ditentukan sebagai berikut.
Un = a + (n – 1)b
U9 = 700.000 + (9 – 1) 125.000
= 700.000 + 1.000.000
= 1.700.000
Jadi, gaji per bulan karyawan itu pada tahun ke-9 adalah Rp 1.700.000,00.
Contoh Soal 21 :
Setiap awal bulan Nyoman menabung Rp 50.000,00 di suatu bank yang
memberikan bunga 1% per bulan. Pada tiap akhir bulan, bunganya
ditambahkan pada tabungannya. Berapakah uang Nyoman di bank itu pada
akhir tahun ke-1 jika ia tidak pernah mengambil tabungannya sampai akhir
tahun ke-1?
Penyelesaian :
Misalkan tabungan awal adalah Rp 50.000,00.
Pada akhir bulan ke-1
Jumlah uang Nyoman adalah sebagai berikut.
Bunga yang ia peroleh = 50.000 × 1% = 50.000 × 0,01
Jumlah uang Nyoman = 50.000 + (50.000 × 0,01)
= 50.000(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)
Pada akhir bulan ke-2
Uang yang sudah dimasukkan sejak bulan ke-1 adalah jumlah uang pada akhir bulan ke-1 ditambah bunga sehingga diperoleh :
50.000(1,01) + (50.000(1,01) × 1%)
= 50.000(1,01)(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)2
Uang yang dimasukkan pada awal bulan ke-2 menjadi :
50.000 + (50.000 × 1%) = 50.000(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)
Jadi, jumlah uang Nyoman pada akhir bulan ke-2 adalah :
50.000(1,01) + 50.000(1,01)2.
Pada akhir bulan ke-3
Uang yang sudah dimasukkan sejak bulan ke-1 adalah :
50.000(1,01)2 + (50.000(1,01)2 × 1%)
= 50.000(1,01)2 (1 + 0,01)
= 50.000(1,01)2 (1,01)
= 50.000(1,01)3
Uang yang dimasukkan pada awal bulan ke-2 menjadi :
50.000(1,01) + (50.000(1,01) × 1%)
= 50.000(1,01)(1 + 0,01)
= 50.000(1,01)(1,01)
= 50.000(1,01)2
Uang yang sudah dimasukkan pada awal bulan ke-3 menjadi :
50.000 + (50.000 × 1%) = 50.000(1 + 1%)
= 50.000(1,01)
Jadi, jumlah uang Nyoman pada akhir bulan ke-3 adalah :
50.000(1,01) + 50.000(1,01)2 + 50.000(1,01)3
Demikian seterusnya, sampai akhir bulan ke-12.
Dari hasil perhitungan sampai bulan ke-3, dapat disimpulkan bahwa jumlah uang tabungan Nyoman adalah :
50.000(1,01) + 50.000(1,01)2 + 50.000(1,01)3 + ... + 50.000(1,01)12
= 50.000{1,01 + (1,01)2 + (1,01)3 + ... + (1,01)12}
Deret 1,01 + (1,01)2 + ... + (1,01)12 merupakan deret geometri dengan :
a = 1,01, r = 1,01, dan n = 12.
S12 = 12,83
Oleh karena itu, jumlah uang Nyoman setelah 1 tahun adalah :
50.000 {1,01 + (1,01)2 + ... + (1,01)12} = 50.000 × 12,83 = 641.500
Jadi, jumlah uang Nyoman setelah 1 tahun adalah Rp 641.500,00.
E. Notasi Sigma
Salah satu ciri matematika adalah digunakannya lambang untuk
mengungkapkan suatu pernyataan secara singkat, jelas, dan konsisten yang
jika diungkapkan dengan kalimat biasa cukup panjang. Salah satu lambang
yang penting adalah ” Σ ” (dibaca: sigma). Lambang ini digunakan untuk menuliskan penjumlahan secara singkat.
1. Pengertian Notasi Sigma
Perhatikan penjumlahan bilangan-bilangan di bawah ini.
1 + 2 + 3 + 4 + ... + 50
Jika semua suku-sukunya ditulis, cara penulisan penjumlahan tersebut
jelas tidak efektif. Apalagi jika banyak bilangan yang dijumlahkan makin
besar. Dengan menggunakan notasi sigma, penulisan 1 + 2 + 3 + 4 + ... +
50 dipersingkat menjadi k (dibaca: sigma k mulai dari k = 1 sampai dengan k = 50). Atau, boleh dibaca sigma k, untuk k = 1 hingga 50.
Huruf k digunakan sebagai variabel suku yang akan bergerak mulai 1 dan
bertambah 1 sampai mencapai 50. Bilangan 1 disebut batas bawah dan 50
disebut batas atas penjumlahan. Secara umum, notasi sigma dinyatakan
sebagai berikut.
Uk = U1
+ U2 + ... + Un
Keterangan:
1 = batas bawah
n = batas atas
k = indeks
Uk = suku ke-k
Batas bawah tidak harus bernilai 1. Jika batas bawah penjumlahan 1 dan
batas atasnya n maka penjumlahan terdiri atas n suku, sedangkan jika
batas bawahnya r dan batas atasnya n maka penjumlahan terdiri dari (n – r
+ 1) suku.
Contoh Soal Notasi Sigma 22 :
Nyatakan dalam bentuk penjumlahan k(k + 1).
Pembahasan :
k(k + 1) = 1(1 + 1) + 2(2 + 1) + 3(3 + 1) + 4(4 + 1) + 5(5 + 1)
= 1 × 2 + 2 × 3 + 3 × 4 + 4 × 5 + 5 × 6
= 2 + 6 + 12 + 20 + 30
Contoh Soal 23 :
Tulislah bentuk penjumlahan berikut dalam notasi sigma.
a. 2 + 4 + 6 + 8 + 10
b.
c. ab5 + a2b4
+ a3b3 + a4b2
Penyelesaian :
a. 2 + 4 + 6 + 8 + 10 = 2 × 1 + 2 × 2 + 2 × 3 + 2 × 4 + 2 × 5
= 2 (1 + 2 + 3 + 4 + 5)
= 2k.
b.
c. ab5 + a2b4
+ a3b3 + a4b2 = a1b6–1
+ a2b6–2 + a3b6–3 + a4b6–4 = ak b6-k
2. Menentukan Nilai Penjumlahan yang Dinyatakan dengan Notasi Sigma
Nilai penjumlahan yang dinyatakan dengan notasi sigma dapat dicari,
antara lain dengan terlebih dahulu menyatakan ke dalam bentuk
lengkapnya, kemudian dijumlahkan. Perhatikan contoh-contoh berikut ini.
Contoh Soal 24 :
Tentukan nilai-nilai notasi sigma berikut.
a.
b.
Jawaban :
a. = 1 + 2 + 3 + 4 + … + 10 = 55
b. = 2(32) + 2(42)
+ 2(52) + 2(62) = 18 + 32 + 50 + 72 = 172
3. Sifat-Sifat Notasi Sigma
Untuk mempermudah perhitungan yang berhubungan dengan notasi sigma,
dapat digunakan sifat-sifat yang berlaku pada notasi sigma. Sifat apakah
yang berlaku pada notasi sigma? Lakukan Aktivitas berikut.
Aktivitas :
Tujuan : Menemukan sifat-sifat yang berlaku pada notasi sigma.
Permasalahan : Sifat-sifat apakah yang berlaku pada notasi sigma?
Kegiatan : Kerjakan soal-soal berikut.
1. Nyatakan notasi sigma berikut dalam bentuk penjumlahan biasa.
a.
b.
c. Bandingkan hasil antara a dan b.
Apa kesimpulanmu?
2. Tentukan nilai penjumlahan yang dinyatakan dalam notasi sigma berikut.
a. Apakah hasilnya sama dengan (7 – 3 + 1) × 5?
b.
c.
d. Bandingkan hasil antara c dan d.
Apa kesimpulanmu?
Kesimpulan : Sifat-sifat apakah yang kalian temukan?
Dari Aktivitas di atas diperoleh sifat-sifat berikut.
Sifat-sifat lain yang berlaku pada notasi sigma adalah sebagai berikut.
Bukti:
Pada kali ini, akan dibuktikan sifat b dan e saja.
Sifat b:
Sekarang, mari kita gunakan sifat-sifat di atas untuk menyelesaikan permasalahan notasi sigma, seperti contoh-contoh berikut.
Contoh Soal sifat-sifat notasi sigma 25 :
Hitunglah nilai dari (k2 - 4k).
Pembahasan :
Ada 2 cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal di atas.
Cara 1:
(k2 - 4k) = (12
– 4(1)) + (22 – 4(2)) + (32 – 4(3)) + (42 –
4(4))
= (1 – 4) + (4 – 8) + (9 – 12) + (16 – 16)
= – 3 – 4 – 3 + 0
= –10
Cara 2:
(k2 - 4k) = k2 - 4k
k2 - 4 k
= (12 + 22
+ 32 + 42) – 4( 1 + 2+ 3 + 4)
= (1 + 4 + 9 + 16) – 4(10)
= 30 – 40
= –10
Contoh 2: Dengan menggunakan sifat notasi sigma, buktikan bahwa
(2k - 4)2 = 4 k2 - 16 k + 16n
Jawab :
(2k - 4)2 = (4k2 - 16k - 16)
= 4k2 - 16k + 16 1
= 4 k2 - 16 k + 16n ............……. (terbukti)
(2k - 4)2 = (4k2 - 16k - 16)
= 4k2 - 16k + 16 1
= 4 k2 - 16 k + 16n ............……. (terbukti)
Contoh 3:
Ubahlah batas bawah sigma menjadi 1 dari notasi sigma berikut.
Ubahlah batas bawah sigma menjadi 1 dari notasi sigma berikut.
Contoh 4:
Ubahlah batas bawah sigma menjadi 4 dari notasi sigma berikut.
Ubahlah batas bawah sigma menjadi 4 dari notasi sigma berikut.
4. Menyatakan Suatu Deret dalam Notasi Sigma
Notasi sigma dapat mempermudah kita dalam menuliskan jumlah
bilangan-bilangan yang terpola, misalnya 2 + 4 + 6 + 8 + .... Seperti
kalian ketahui, deret aritmetika dan deret geometri merupakan deret
dengan suku-sukunya terpola tetap. Deret-deret seperti ini dapat kita
sajikan dalam notasi sigma. Agar lebih paham, perhatikan contoh berikut.
Contoh Soal 26 :
Suatu deret dinyatakan dengan notasi sigma berikut.
a. (2n +1)
b. 2n
Deret apakah itu? Kemudian, tentukan nilainya.
Jawaban:
a. (2n + 1) = (2(1) + 1) + (2(2) + 1) + (2(3) + 1) + ... + (2(10) + 1)
= (2 + 1) + (4 + 1) + (6 + 1) + ... + (20 + 1)
= 3 + 5 + 7 + ... + 21
Tampak bahwa deret itu memiliki suku-suku yang selisihnya tetap, yaitu
2. Jadi, deret itu adalah deret aritmetika dengan suku awal a = 3, beda b
= 2, dan U10 = 21. Nilai (2n + 1) sama dengan nilai jumlah n suku pertama, S10. Dengan menggunakan jumlah 10 suku pertama yang kalian ketahui, diperoleh :
Sn = ½ n(a + Un) = ½ (10)(3 + 21) = 120
Jadi, (2n + 1) = 120.
b. = 21 + 22
+ 23 + 24 + 25 + 26 = 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + 64
Tampak bahwa deret itu memiliki rasio tetap, yaitu r = 2.
Jadi, deret ini termasuk deret geometri dengan suku awal a = 2 dan rasio r = 2. Oleh karena itu = S6. Karena r = 2 > 1, kita gunakan rumus berikut.
Sn = ↔ S6 = = 126
Jadi, 2n = 126.
F. Deret dalam Hitung Keuangan (Pengayaan)
Pernahkah kalian mengamati kegiatan ekonomi yang terjadi di sekitarmu?
Kegiatan ekonomi pada umumnya melibatkan terjadinya rotasi uang.
Misalnya, terjadinya transaksi jual beli, hutang-piutang,
pinjam-meminjam, dan lain-lain. Pada transaksitransaksi tersebut,
biasanya dihubungkan dengan bunga.
Berkaitan dengan hal itu, pada pembahasan kali ini, kita akan
membicarakan bunga tunggal, bunga majemuk, dan anuitas. Untuk
mempermudah proses perhitungan bunga tunggal, bunga majemuk, dan
anuitas, kalian dapat menggunakan bantuan kalkulator.
1. Bunga Tunggal
Pada suatu kegiatan (usaha) yang berhubungan dengan uang, misalnya
pinjam-meminjam, biasanya jumlah nominal uang yang dibayarkan oleh
seorang peminjam akan lebih besar daripada jumlah nominal uang yang
dipinjamnya. Selisih jumlah nominal uang yang dipinjam dan jumlah yang
dikembalikan itu dinamakan bunga. Bunga pinjaman merupakan beban ganti
rugi bagi peminjam. Hal ini disebabkan peminjam menggunakan uang
pinjaman tersebut untuk usaha. Besarnya bunga dipengaruhi oleh besar
uang yang dipinjam, jangka waktu peminjaman, dan tingkat suku bunga
(persentase).
Bunga yang dibayarkan oleh peminjam pada akhir jangka waktu peminjaman
tertentu dengan besar pinjaman dijadikan dasar perhitungan dan bunga
pada periode berikutnya. Jika besarnya bunga sebagai jasa peminjaman
yang dibayarkan tetap untuk setiap periode, bunga itu dinamakan bunga
tunggal.
Misalkan uang sebesar Rp100.000,00 dibungakan atas dasar bunga tunggal
dengan tingkat suku bunga 10%. Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan
pertama:
Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000,00 (1 + 10%)
Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan kedua:
Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000,00 (1 + 2 × 10%)
Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan ketiga:
Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 + 10% × Rp100.000,00 = Rp100.000, 00 (1 + 3 × 10%)
Jumlah uang dan bunga sampai akhir bulan ke-t:
Rp 100.000,00 + 10% × Rp 100.000,00 + ... + 10% × Rp 100.000,00 = Rp 100.000,00 ( 1+ t × 10%)
Secara umum, dapat kita katakan sebagai berikut.
Misalkan modal sebesar M0 dibungakan atas dasar bunga tunggal selama t periode waktu dengan tingkat suku bunga (persentase) r.
Bunga (B) dan besar modal pada akhir periode (Mt) adalah :
B = M0 × t × r
Mt
= M0(1 + t × r)
Contoh Soal Bunga Tunggal 27 :
Koperasi Lestari memberikan pinjaman kepada anggotanya atas dasar bunga
tunggal sebesar 2% per bulan. Jika seorang anggota meminjam modal
sebesar Rp 3.000.000,00 dengan jangka waktu pengembalian 1 tahun,
tentukan
a. besar bunga setiap bulannya;
b. besar uang yang harus dikembalikan sesuai jangka waktu yang ditentukan.
Pembahasan :
Besar bunga dihitung setiap bulan.
Diketahui r = 2%, M0 = Rp 3.000.000,00, dan t = 12 bulan.
a. Besar bunga setiap bulan adalah :
B = M0 × 1 × r = Rp 3.000.000,00 × 1 × 2% = Rp 60.000,00
b. Besar uang yang harus dikembalikan sesuai jangka 12 bulan adalah :
Mt = M0(1 + t × r)
M12 = Rp3.000.000,00(1 + 12 × 2%) = Rp 3.000.000,00(1,24) = Rp 3.720.000,00
Contoh Soal 28 :
Cecep meminjam uang di suatu bank sebesar Rp 2.000.000,00 dengan suku
bunga tunggal 10% per tahun. Dalam waktu 90 hari, Cecep sudah harus
mengembalikan uang tersebut. Berapa bunga dan jumlah uang yang harus
dikembalikannya? (Asumsikan: 1 tahun = 360 hari)
Penyelesaian :
Dari soal di atas diketahui M0 = Rp 2.000.000,00, r = 10% per tahun, dan t = 60 hari = 1/4 tahun.
a. Bunga B = M0 × t × r = Rp 2.000.000,00 × 1/4 × 10% = Rp 50.000,00
b. Jumlah uang yang harus dikembalikan Cecep adalah :
Mt = M0(1 + t × r)
= M0 + M0 × t × r
= M0 + B
= Rp 2.000.000,00 + Rp 50.000,00
= Rp 2.050.000,00
Contoh Soal 29 :
Budi meminjam uang di bank sebesar Rp 3.000.000,00 dengan menggunakan
aturan sistem bunga tunggal dan tingkat bunga r per tahun. Dalam waktu
satu tahun, Budi harus mengembalikan ke bank sebesar Rp 3.240.000,00.
Tentukan tingkat bunga r.
Jawaban :
Dari soal di atas diketahui :
M0 = Rp 3.000.000,00
M0 = Rp 3.000.000,00
Mt = Rp 3.240.000,00
Nilai bunga dalam satu tahun adalah :
B = M1 – M0
= Rp3.240.000,00 – Rp3.000.000,00
= Rp240.000,00
sehingga tingkat bunga per tahun adalah :
Jadi, besarnya tingkat bunga per tahun adalah 8%.
Contoh Soal 30 :
Suatu modal dipinjamkan dengan menggunakan aturan sistem bunga tunggal
4% per bulan. Dalam waktu berapa bulan modal itu harus dipinjamkan agar
jumlah uang yang dikembalikan menjadi empat kali modal semula?
Pembahasan :
Misalkan modal yang dipinjamkan adalah M0 .
Jumlah uang yang dikembalikan Mt = 4M0 .
Dengan tingkat bunga 4% per bulan dan menggunakan hubungan :
Mt = M0(1 + t × r)
↔ 4Mt = M0(1 + t × 4%)
↔ = 1 + t × 4%
↔ 4 = 1 + t ×
↔ t × = 3
↔ t = 75
Jadi, modal yang dipinjamkan itu akan mencapai empat kali modal semula untuk masa waktu 75 bulan.
2. Bunga Majemuk
Kalian telah mengetahui perhitungan bunga yang didasarkan atas bunga
tunggal. Sekarang kalian diajak untuk memahami bunga majemuk, yaitu
bunga yang dihitung atas dasar jumlah modal yang digunakan ditambah
dengan akumulasi bunga yang telah terjadi. Bunga semacam ini biasanya
disebut bunga yang dapat berbunga. Adapun perhitungannya dapat kalian
pahami melalui perhitungan deret geometri.
Misalkan modal sebesar M0 dibungakan
atas dasar bunga majemuk, dengan tingkat suku bunga i (dalam
persentase) per periode waktu. Besar modal pada periode ke-t (Mt) dapat dihitung dengan cara berikut.
M1 = M0 + M0 × i = M0(1 + i)
M2 = M1(1 + i) = [M0(1 + i)]
(1 + i) = M0(1 + i)2
M3 = M2(1 + i) = [M0(1 + i)2](1
+ i) = M0(1 + i)3
Mt = Mt–1(1 + i)
= [M0(1 + i)t + 1](1 + i) = M0(1 + i)t
Jadi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Jika modal M0 dibungakan
atas dasar bunga majemuk dengan tingkat suku bunga i (dalam persen) per
periode tertentu, besar modal pada periode ke-t (Mt) dapat ditentukan dengan rumus :
Mt = M0(1 + i)t
Contoh Soal Bunga Majemuk 31 :
Sebuah bank memberi pinjaman kepada nasabahnya atas dasar bunga majemuk
3% per tahun. Jika seorang nasabah meminjam modal sebesar Rp5.000.000,00
dan bank membungakan majemuk per bulan, berapakah modal yang harus
dikembalikan setelah 1 tahun?
Pembahasan :
Diketahui M0 = Rp5.000.000,00, i = 3% = 0,03, dan t = 12 bulan.
Dengan demikian, modal yang harus dikembalikan setelah 1 tahun (12 bulan) adalah :
Mt = M0(1 + i)t
M12 = Rp5.000.000,00(1 + 0,03)12
= Rp5.000.000,00(1,42576)
= Rp7.128.800,00
Pada bunga majemuk, banyak periode bunga tidak harus tepat 1 bulan atau
pun 1 tahun. Namun, periodenya juga dapat dalam kurun waktu tertentu,
misalnya 2 bulan, 3 bulan, atau 4 bulan.
Perhatikan contoh berikut.
Contoh Soal 32 :
Ramli meminjam uang di suatu bank sebesar Rp2.000.000,00. Bank tersebut
memberikan bunga atas dasar bunga majemuk 20% per tahun dengan periode
pembungaan setiap catur wulan. Jika Ramli meminjam uang dalam jangka
waktu 3 tahun, tentukan jumlah uang yang harus dikembalikan pada akhir
tahun ke-3.
Penyelesaian :
Diketahui M0 = Rp2.000.000,00 dan i = 20% = 0,2.
Pembungaan dilakukan setiap catur wulan (4 bulan).
Jadi, banyak periode pembungaannya dalam setahun ada 12/4 = 3 kali. Jadi, jika lama peminjaman 3 tahun, banyak periode pembungaannya 3 × 3 = 9 kali. Dengan demikian, jumlah modal (uang) yang harus dikembalikan Ramli pada akhir tahun ke-3 adalah :
Mt = M0(1 + i)t
M9 = Rp2.000.000,00(1 + 0,2)9
= Rp2.000.000,00(5,159780)
= Rp10.319.560,00
Contoh Soal 33 :
Suatu modal sebesar Rp5.000.000,00 dibungakan dengan aturan sistem bunga
majemuk. Setelah 10 tahun, modal itu menjadi Rp7.500.000,00. Tentukan
tingkat bunga per tahun dalam bentuk persen.
Jawaban :
Dari soal di atas diketahui M0 = Rp5.000.000,00,
M10 = Rp7.500.000,00, dan t = 10 tahun.
Mt = M0(1 + i)t
↔ M10 = M0(1 + i)10
↔ 7.500.000 = 5.000.000(1 + i)10
↔ (1 + i)10 =
↔ (1 + i)10 = 1,5
↔ 1 + i = (1,5)1/10
↔ 1 + i = 1,041
↔ i = 1,041 – 1
↔ i
= 0,041 = 4,1%
Jadi, besarnya nilai tingkat bunga per tahun adalah 4,1%.
3. Anuitas
Pernahkah kalian memperhatikan cara pembayaran kredit sepeda motor
dengan sistem bunga menurun? Biasanya seseorang yang mengkredit sepeda
motor melakukan pembayaran dengan cara angsuran, yaitu sistem pembayaran
atau penerimaan dengan jangka waktu tetap secara berulang-ulang sesuai
kesepakatan. Angsuran ini merupakan bagian dari anuitas. Anuitas adalah
sistem pembayaran atau penerimaan secara berurutan dengan jumlah dan
jangka waktu yang tetap (tertentu).
Untuk dapat menentukan rumus perhitungan anuitas, perhatikan uraian berikut.
Misalkan modal sebesar M dipinjamkan secara tunai (cash), dengan suku
bunga i (dalam persen) per periode waktu dan harus dilunasi dalam t
anuitas setiap periode waktu. Ingat, besarnya anuitas selalu tetap.
Bagaimana cara menentukan besar anuitas?
Misalkan M adalah modal yang dipinjamkan secara tunai dengan suku bunga i
(dalam persen) dan anuitasnya A. Kita dapat membuat gambaran
perhitungan anuitas A sebagai berikut.
Jika pengembalian pinjaman dilakukan:
satu kali anuitas maka = M;
dua kali anuitas maka = M;
tiga kali anuitas maka = M; demikian seterusnya.
tiga kali anuitas maka = M; demikian seterusnya.
Jadi, jika pembayaran dilakukan sebanyak t kali anuitas, berlaku :
= M
↔ A(1 + i)–1 + A(1 + i)–2 + ...
+ A(1 + i)–t = M
↔ A((1
+ i)–1 + (1 + i)–2 + ... + A(1 + i)–t) = M
Hal ini dapat dituliskan dengan rumus berikut.
Keterangan:
A = besar anuitas
M = modal (pokok)
i = tingkat suku bunga
t = banyak anuitas
Rumus anuitas juga dapat ditulis dalam bentuk :
Contoh Soal Anuitas 34 :
Dealer ”Lestari Motor” melayani penjualan sepeda motor dengan sistem
pembayaran anuitas. Pak Dani membeli sebuah sepeda motor seharga
Rp12.000.000,00 di dealer tersebut. Jika bunga yang ditetapkan pihak
dealer 3% per tahun dan pelunasan dilakukan dengan 6 kali anuitas,
tentukan besarnya anuitas. Kemudian, buatlah tabel rencana angsurannya.
Pembahasan :
Dari soal diketahui :
M = Rp12.000.000,00;
i = 3% = 0,03;
t = 6
Dengan menggunakan rumus anuitas dan melihat tabel, diperoleh sebagai berikut.
Karena = 0,18459750 maka :
(1 + 0,03)-1 = 5,4177144 (lihat tabel anuitas). Oleh karena itu,
A = = Rp 2.215.170,01
A = = Rp 2.215.170,01
Jadi, besar anuitas adalah Rp 2.215.170,01.
Setelah mengetahui cara menentukan besar anuitas yang harus dibayarkan,
tentu kalian juga harus mengetahui besar angsuran yang telah dibayarkan
sehingga kalian mengetahui sisa pinjaman setelah pembayaran anuitas pada
periode ke-t. Untuk itu, perhatikan uraian di atas.
Kalian tahu bahwa besar anuitas selalu tetap. Pada contoh di atas, sisa
hutang Pak Dani setelah anuitas pertama dibayarkan adalah sebagai
berikut.
Pinjaman pertama + bunga – anuitas yang dibayarkan
Jadi, sisa hutang :
= Rp12.000.000,00(1 + 0,03) – Rp2.215.170,01
= Rp10.144.829,99
Dengan demikian, angsuran yang dibayarkan sebenarnya hanya selisih anuitas dengan bunganya.
Jadi, angsuran pada pembayaran anuitas pertama adalah :
Rp2.215.170,01 – 3% × Rp12.000.000 = Rp1.855.170,01.
Perhitungan ini biasanya dilakukan pada akhir periode bunga.
Misalkan:
M = hutang awal
A = besar anuitas
i = tingkat suku bunga
at = angsuran ke-t
Pada akhir periode bunga ke-1, besar angsurannya :
a1 = A – i M.
Pada akhir periode bunga ke-2, besar angsurannya :
a2 = (A – i M)(1 + i)2–1.
Pada akhir periode bunga ke-3, besar angsurannya :
a3 = (A – i M)(1
+ i)3–1.
Jadi, pada akhir periode bunga ke-t, besar angsurannya
at = (A – i M)(1
+ i)t–1
Dari contoh di atas, kita dapat menentukan besar angsuran ke-3 Pak Dani pada dealer ”Lestari Motor” sebesar :
a3 = (A – i M)(1
+ i)3–1
= (Rp2.215.170,01 – 0,03 × Rp12.000.000,00)(1 + 0,03)2
= Rp1.968.149,86
Jadi, besar angsuran ke-3 Pak Dani adalah Rp1.968.149,86.
Misalkan :
M = hutang awal
Ht = sisa pinjaman akhir periode ke-t
A = besar anuitas
i = tingkat suku bunga
at = angsuran ke-t
Tabel rencana angsurannya adalah sebagai berikut.
Tabel Rencana Angsuran
Akhir Periode
|
Sisa Pinjaman
|
Anuitas
|
Beban Bunga di Akhir Periode
|
Besar Angsuran
|
ke-1
|
H1 = M
|
A
|
i H1
|
a1 = A – i H1
|
ke-2
|
H2 = H1 – a1
|
A
|
i H2
|
a2 = A – i H2
|
ke-3
|
H3 = H2 – a2
|
A
|
i H3
|
a3 = A – i H3
|
ke-t
|
Ht = Ht–1 – at–1
|
A
|
i Ht
|
At = A – i Ht
|
Dari contoh di atas, kita dapat membuat tabel rencana angsuran sebagai berikut.
Akhir Periode
|
Sisa Pinjaman
|
Anuitas
|
Beban Bunga di Akhir Periode
|
Besar Angsuran
|
||||
ke-1
|
H1
|
= Rp12.000.000;
|
Rp2.215.170,01
|
iH1
|
= Rp360.000,00
|
a1
|
=
|
A – i H1
|
=
|
Rp1.855.170,01
|
|||||||
ke-2
|
H2
|
= H1 – a1
|
Rp2.215.170,01
|
iH2
|
= Rp304.344,89
|
a2
|
=
|
A – i H2
|
= Rp10.144.829,99
|
=
|
Rp1.910.825,1
|
||||||
ke-3
|
H3
|
= H2 – a2
|
Rp2.215.170,01
|
iH3
|
= Rp247.020,15
|
a3
|
=
|
A – i H3
|
= Rp8.234.004,89
|
=
|
Rp1.968.149,86
|
||||||
ke-4
|
H4
|
= H3 – a3
|
Rp2.215.170,01
|
iH4
|
= Rp187.975,65
|
a4
|
=
|
A – i H4
|
= Rp6.265.855,03
|
=
|
Rp2.027.194,35
|
||||||
ke-5
|
H5
|
= H4 – a4
|
Rp2.215.170,01
|
iH5
|
= Rp127.159,82
|
a5
|
=
|
A – i H5
|
= Rp4.238.660,68
|
=
|
Rp2.088.010,19
|
||||||
ke-6
|
H6
|
= H5 – a5
|
Rp2.215.170,01
|
iH6
|
= Rp64.519,52
|
a6
|
=
|
A – i H6
|
= Rp2.150.650,49
|
=
|
Rp2.150.650,49
|
||||||
ke-7
|
H7
|
= H6 – a6
|
iH7
|
= 0
|
||||
= 0
|
Setelah kalian memahami rumus untuk menentukan besarnya angsuran,
sekarang kita akan menentukan rumus untuk mencari besar pinjaman. Dari
rumus menentukan besarnya angsuran pada periode bunga ke-t, untuk
melunasi pinjaman sebesar M dengan besar anuitas A setiap periode
pembayaran pada tingkat bunga i (dalam persen) per periode pembayaran
ditentukan oleh
at = (A – iM)(1 + i)t–1
Untuk nilai-nilai t = 1, 2, 3, .... n, diperoleh hubungan berikut.
a1 = (A – iM)(1 + i)1–1 = (A – iM)
a2 = (A – iM)(1 + i)2–1 = (A – iM)(1
+ i) = a1(1 + i)
a3 = (A – iM)(1 + i)3–1 = (A – iM)(1
+ i)2 = a1(1 + i)2
.
.
.
at = (A – iM)(1 + i)t–1 =
a1(1 + i)t–1
Besarnya pinjaman M sama dengan jumlah angsuran ke-1, angsuran ke-2, dan seterusnya sampai dengan angsuran ke-t.
M = a1 + a2 + a3 + a4
+ ... + at
M = a1 + a1(1 + i) + a1(1
+ i)2 + a1(1 + i)3 + ... + a1(1 +
i)t–1Terlihat bahwa M merupakan jumlah n suku pertama deret geometri dengan suku pertama a1 dan rasio (1 + i). Dengan menggunakan rumus deret geometri maka diperoleh :
Jadi, diperoleh rumus untuk menentukan besar pinjaman atau hutang dengan sistem anuitas adalah :
dengan :
M = besar pinjaman/hutang awal
M = besar pinjaman/hutang awal
a1 = angsuran pertama
i = tingkat suku bunga
t = periode pembayaran
Contoh Soal 35 :
Hutang sebesar M rupiah akan dilunasi dengan sistem pembayaran anuitas.
Besarnya angsuran untuk tahun pertama adalah Rp400.000,00 dan tingkat
bunga 10% per tahun. Jika hutang itu lunas dalam tempo 4 tahun,
hitunglah besarnya nilai hutang (M) tersebut.
Penyelesaian :
Berdasarkan soal di atas, diketahui a1 = Rp 400.000,00, tingkat bunga per tahun i = 10% = 0,1, dan jangka pembayaran t = 4 tahun.
Substitusikan nilai-nilai a1, i, dan t ke dalam rumus berikut.
M =
M = 1.856.400
Jadi, nilai pinjaman atau hutang awal tersebut adalah Rp 1.856.400,00.
Anda sekarang sudah mengetahui Barisan dan Deret. Terima kasih anda sudah berkunjung ke Perpustakaan Cyber.
Referensi :
Yuana, R. A. 2009. Khazanah Matematika 3 : untuk Kelas XII SMA / MA Program Ilmu Pengetahuan. Sosial. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 240.
sumber: perpustakaancyber
0 comments:
Post a Comment